Bradenburgertor Berlin Germany |
-------------------True Story----------------------
Jerman,
adalah salah satu negera di Eropa barat yang menjadi salah satu tujuan utama
mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan studinya, disamping biaya studi yang
terjangkau dan hampir gratis, Jerman juga merupakan negara terindah di benua
biru. Jerman merupakan negara maju yang memiliki keunggulan dibidang teknik
dibandingkan dengan negara negara lainnya di dunia.
Rathaus Hamburg Germany |
Sekedar
pengingat sih, sebenarnya aku ini anak nya agak pelupa. Banyak pengalaman yang
aku alami tapi klo lupa? Gmna ntar aku cerita ke anak anak, cucu cucu, kucing
piaraan? Haha :D lebayy...maka dari itu di blog ini aku ingin berbagi tentang
pengalamanku bagaimana aku bisa melanjutkan studi di negeri panser ini. Takutnya
lupa...hhe. Pengalaman yang penuh dengan mimpi dan keajaiban disetiap babaknya.
Hingga sekarangpun masih penuh dengan keajaiban, dan aku yakin hari hari
kedepanku masih penuh dengan keajaiban lagi. :D. Dibagian pertama ini akan aku
ceritakan bagaimana awal aku berfikiran untuk melanjutkan studi di Jerman. Juara
Piala Dunia 2014 brooohhh....:D
Aku
masih di pondok Gontor.
Perjalananku
belajar di Jerman berawal ketika aku sedang menulis skripsi dikamar bersama
kakak kelasku, ustadz Nurwinsyah. Aku menulis sambil mengobrol ngobrol tentang
studi diluar negeri. Kakak kelasku itu memang baru selesai S1 dan ingin
melanjutkan studinya di luar negeri. Kamipun berkhayal dan bermimpi untuk
melanjutkan studi di Australia dan membicarakan bagaimana caranya. Berapa
biayanya, apa syarat syarat yang harus dipenuhi. Namun kami masih harus
menyelesaikan pengabdian kami di Pondok Gontor selama dua tahun setelah wisuda,
namun demikian kami tidak sabar untuk cepat cepat melanjutkan studi diluar
negeri. aku pun ingin mencoba untuk memimta izin kepada bapak pimpinan pondok
untuk melanjutkan studi di luar negeri, siapa tau diberi ijin. aku berfikir
untuk tidak menyelesaikan skripsi alias meninggalkan Sarjanaku yang sudah
didepan mata untuk bisa secepatnya belajar di luar negeri. Skripsi yang hampir
setengahnya selesaipun harus rela aku tinggalkan. Gak apalah gak diwisuda dan
gak dapat ijazah S1, yang penting kan udah dapat ilmunya. (sok gak butuh
ijazah..wkwkw). Namun itu semua kuputuskan setelah aku bermusyawarah dengan
orang tuaku dan mereka mengijinkan. Aku berniat mengulang S1 dan mengambil jurusan akutansi di salah satu
universitas di Australia. Karena aku
memang suka dengan ilmu pasti. Namun teman teman harus tau, bahwa tanpa
beasiswa, belajar di negeri kanguru ini sangat berat dari segi finansial karena
membutuhkan dana yang tidak sedikit. Menurut informasi yang aku dapatkan
biayanya kalau tidak salah adalah 36.000 dolar untuk syarat pembuatan visa
saja. Jadi dalam rekening kita harus ada uang sebanyak itu tiap tahun. Tapi
untungnya orang tuaku setuju karena aku punya paman yang memiliki banyak relasi
di Australia dan sekiranya bisa membantuku disana nantinya. Dari pertimbangan
pertimbangan itulah aku membulatkan tekad untuk meninggalkan S1 ku dan belajar
di negeri kanguru. Muke gile lu sad, udah semester 8 mau ninggalin tuh wisuda
terus ngulang S1 lagi? Kapan kawinnya sad???? Hha :D #aku rapopo. Aku harus
meminta ijin kepada bapak pimpinan pondok dan mengutarakan maksudku kepada
beliau. Akupun harus konsultasi kesana kemari, bertanya apa mungkin aku bisa
ijin untuk pulang padahal aku sedah guru tahun ke 4 di Gontor. Ada yang bilang,
gak mungkin diijinkan, namun ada juga yang bilang coba saja, ijin dulu lah,
diijinin atau nggak itu urasan Allah. (sok bijaksana padahal galau juga). Beliau
(ustadz Hasan) baik kok. Aku harus mengatur kapan aku harus menemui beliau. Aku
juga berkonsultasi dengan temanku yang kebetulan juga pernah lama tinggal di
australia. Pokoknya aku atur sedemikian rupa sehingga tiba saat aku harus
datang menghadap bapak pimpinan pondok.
Saat
itu bapak pimpinan kami, Bapak KH Abdullah Syukri Zarkasyi sedang sakit
sehingga tidak memungkinkan untuk dikunjungi apalagi dimintai ijin. Sehingga
saya harus ijin kepada pimpinan pondok yang lain yaitu KH Hasan Abdullah Sahal
dan KH Syamsul Hadi Abdan. Kebetulan waktu itu aku adalah sopir pondok yang
sering mengantarkan guru guru senior bahkan pimpinan pondok untuk pergi ke
pondok pondok cabang jikalau ada acara. Sehingga mau tidak mau aku tidak
terlalu asing bagi bapak pimpinan pondok. Beberapa kali aku mengantar bapak KH
Syamsul Hadi Abdan ke pondok cabang, makan bareng beliau di restoran,
alhamdulillah klo jodoh mah gak bakalan kemana. (loh kok nyambung ke jodoh sih
sad?. Walaupun beliau sering lupa namaku, namun beliau pasti ingat muka ku.
Akupun meminta nomer handphone ust Hasan kepada sekertaris beliau. Setelah aku
mendapatkannya, segera aku SMS beliau dengan sopan, aku perkenalkan siapa aku
dan aku bilang bahwa aku ingin sowan kerumah beliau. Beberapa waktu kemudian
ust Hasan membalas SMSku dan beliau bilang bahwa beliau menungguku setelah maghrib
di pondok Al Muqoddasah. Alhamdulillah.
KH Hasan Abdullah Sahal, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, KH Syamsul Hadi Abdan |
Maghrib
hari itu sedang gerimis. Kamarku yang agak jauh dari komplek pondok memaksaku
untuk kebasahan karena gerimis. Aku menuju rumah beliau dengan motor
kesayanganku, dan sampailah aku di pondok al Muqoddasah yang terletak tidak
jauh dari komplek pondok Gontor. Pondok al Muqoddasah merupakan pondok tahfidz
quran anak anak yang merupakan pondok milik ust Hasan Abdullah Sahal juga. Aku
pun menuju kerumahnya yang terletak di pojok komplek al Muqoddasah. Aku menunggu
didekat rumah beliau sambil mengeringkan baju koko dan jaket yang agak basah.
Namun tak seorangpun yang aku kenal. Aku masih menunggu sampai datang ibu ibu
yang menyapaku dan mengatakan bahwa ustadz Hasan menungguku di rumah barat.
Rumah barat itu adalah rumah beliau yang terletak di komplek pondok Gontor
tepat disamping masjid jami’ Gontor. Dengan semangat aku menuju rumah barat.
Sesampainya aku disana, aku melihat beliau sedang bersama staff pengasuhan
santri dan sedang membicarakan sesuatu. Akupun memutuskan untuk menunggu
sejenak di bagian penggerak bahasa LAC yang kantornya terletak tepat dibelakang
kediaman ust Hasan. Gerimis masih saja dan lantunan ayat suci alquran tanda
akan masuk waktu isya pun sudah terdengar dari loudspeaker masjid. Aku sudah was
was takut keburu isya dan otomatis beliau ustad hasan pun akan menyuruhku untuk
datang kembali keesokan harinya. Berkali kali aku mengintip ke teras rumah
beliau dan mendapati beliau masih berbincang bincang. Sehingga
terdengarlah suara adzan. Beliaupun
mengahkiri penbincangan beliau dan masuk kerumah dan staff pengasuhan santri
pun pamit. Aku tunggu adzan selesai dan kupaksakan untuk tetap menemui beliau.
Aku ketuk pintu rumah beliau beberapa kali dan mengucapkan salam. Istri beliau
keluar dan menyuruhku untuk duduk diteras dan menunggu sebentar. Takut sekali
rasanya untuk bertemu beliau dan mengutarakan maksudku. Tapi bismillah. Aku
coba. Jarrib wa laahid takun aarifan. Cobalah dan perhatikanlah maka engkau
akan mengerti. Demikian pepatah arab mengatakan. (dulu aku guru Mahfudzhot
kelas 3 loh :D). Jika aku coba akan ada kemungkinan diijinkan atau tidak
diijinkan. Namun jika aku tidak mencoba
semuanya akan selesai. Aku harus keluar dari zona nyamanku. Beliaupun keluar
dari rumah dan menyapaku dan menanyakan maksud kedatanganku. Ada apa ya akhi? Sapa
beliau. Aku segera mencium tangan beliau dan aku ceritakan semuanya kepada
beliau. Aku perkenalakan diriku lagi dan aku bilang aku ingin melanjutkan
studiku di universitas perth di Australia. Aku bilang aku punya paman yang
sekarang adalah menjadi Purek 1 di UIN Surabaya. Beliaulah yang akan membantuku
untuk studi di Australia. Keajaiban mimpi dan doapun kembali datang. Diluar
dugaan, ternyata ustadz Hasan antusias dan malah banyak bertanya. Beliau juga mengkhawatirkan
umurku dan kemampuanku di bidang ilmu pasti dan bahasa inggris jika aku
mengambil jurusan akutansi di Australia. Dan juga bahasa tentunya. Namun aku
yakinkan beliau bahwa aku memang suka pelajaran matematika dan fisika.
Kebetulan selama 4 tahun mengajar di pondok Gontor aku selalu mendapat bagian
matematika selain juga mendapatkan pelajaran pelajaran agama. Seperti Tauhid, Fiqh,
atau bahkan pernah mengajar Grammar. Beliau tertawa dan bahkan bercerita
kepadaku bahwa beliau pernah ke kota Perth Australia dan memiliki keluarga yang
akan menyelesaikan studinya dari universitas itu. Beliau bercerita juga bahwa
di Perth itu sangat dingin lebih dingin daripada di indonesia. Saya hanya
mengangguk dan tersenyum mendengarkan penuturan beliau. Dan terakhir beliau
menyuruhku untuk melengkapi pengabdian sampai bulan Ramadhan dan setelah itu
beliau mengizinkan ku untuk melanjutkan studi di negeri seberang. Karena memang
kebetulan 3 bulan lagi akan masuk waktu Ramadhan. Akupun pamit dan mencium
tangan beliau. Alhamdulillahirabbil alamin.....serasa terbang teman.
Terbang,..aku diijinkan. Inilah salah satu langkah tersulit yang membuat orang
lain mungkin akan mundur sebelum mencobanya...dan satu lagi, aku telah berhasil
melewatinya. Seperti anak muda yang lain, langsung aja buka facebook dan nulis
status deh...:D
Dalam
penantianku selama tiga bulan menunggu Ramadhan, hari hariku berjalan seperti
biasa, mengajar, membantu di toko buku latansa, namun tanpa skripsi, karena memang
keputusanku udah bulat untuk tidak melanjutkan proses sarjanaku. Ohya, nyupir
juga :D aku kan sopir pondok. Bukan sopir taksi loh ya...Aku sering maen ke
kamar Tusyam, teman baikku, teman sejak masih dalam kandungan. (lebayyy..). dia
temenku dilatansa dulu sebelum dia dipindah ke yayasan mobil. Dia supir pondok
juga namun udah tingkat dewa. Mobil alphard pun udah dia supirin...mantab kan
dia..:D. Waktu main ke kamarnya, lagi laper nyari makanan, ia sedang ngerjain
skripsinya dan aku ejek dia saat nulis skripsinya. Biasanya sih gak digubris,
namun kadang dia jengkel juga...:D. Fyi, di yayasan mobil itu banyak banget
makanan loh...gak kalah sama koperasi atau dapur. LOL
Aku saat masih jadi saiq ma'had (supir pondok) keren gak sih?? :D |
Suatu
hari setelah selesai mengajar, seperti biasa aku menunggu jemputan ke lantansa
di wartel Gambia (kamar keduaku setelah latansa buku, disana ada mak Lepo
sih..eh ust Erwin maksudnya..hhe). Aku duduk santai dikursi depan wartel. Kulihat
sebuah majalah gontor tergeletak disampingku. Aku buka buka siapa tau ada
informasi. Sudah biasa jika aku dapat majalah gontor, yang aku cari adalah
informasi tentang studi diluar negeri. Walaupun kayaknya gak mungkin deh aku
bisa belajar diluar negeri dengan kondisi ekonomi keluarga yang sederhana. Untuk
memburu beasiswa pun kayaknya sulit, karena IELTS atau TOEFL pun aku gak punya.
Cuman bahasa arab doang yang diandalin. Itupun pas pasan. Tapi aku gak mau
sekolah ke timur tengah. Mending ambil master di Indonesia aja lah daripada
harus sekolah di timur tengah. Sok banget lah nte sad...:D Paling nggak, dari
informasi beasiswa di majalah gontor, aku bisa lihat foto foto teman teman yang
udah sukses bisa belajar diluar negeri. Kan bisa ikut seneng...
Kembali
ke leptop, dimajalah gontor itu aku dapat informasi yang sangat manarik bagiku,
yaitu studi gratis di Jerman!!. Ah masa sih? Aku baca aja infonya. Ternyata itu
adalah informasi dari sebuah agen di daerah ibukota. Judulnya, hanya dengan 25
juta rupiah, anak anda bisa belajar di Jerman...(ah masa?). Di artikel itu
manis semua isinya, mulai dari studi gratis, sampe studi dibayar, keindahan
alam Jerman, dll. Di artikel itu ada kontak HP dari agen tersebut, wah
kesempatan emas ini nggak boleh aku sia siakan, aku telpon langsung agennya,
bismillah. Pas aku telpon yang ngangkat mbak mbak, lalu aku ceritakan kondisiku
waktu itu, bahwa aku dari pondok dan aku udah semester 8 tapi aku tinggalkan
Sarjanaku demi bisa sekolah keluar negeri. Curcol deh....:). Lalu mbak itu
memberiku saran klo lebih baik aku sekolah di Perancis aja, sebab di Jerman,
ijazah dari pondok itu agak bermasalah. Setelah konsultasi dan menanyakan apa
aja yang bisa aku tanyakan, aku ucapkan terima kasih dan akan menelpon lagi
setelah musyawarah sama ortu. Ok. Sip sejak itu aku selalu browsing internet
dan proses belajar ke jerman. Disitulah aku kenal website andalanku (www.jermandes.worpress.com). Dari website
ini aku tau bahwa studi ke jerman jika kita pake jasa agen akan sangat malah,
dan berlipat ganda biayanya dibandingkan jika kita mau ngurus sendiri. Oke. Selain
karena keluargaku yang tidak mandi uang, (tidak kaya), aku memutuskan untuk
mengurus semua sendiri tanpa agen. Aku lupain deh tuh agen. Aku juga harus
mulai belajar mengurus dokumen dokumen yang aku butuhkan sendiri, karena aku
tau di Jerman sana semuanya akan serba sendiri, gak ada lagi agen, gak ada lagi
yang selalu siap sedia untuk membantu kita, harus mandiri (bukan mandi sendiri,
karena kalo mandi sih selalu sendiri karena belum punya istri..wkwkwk). Selain itu disitulah aku mengenal goethe
institut jakarta. Sekolah bahasa jerman nomer wahid di Indonesia yang bekerja
sama langsung dengan kedutaan Jerman. Ku korek semua informasi di website itu,
aku konsultasikan dengan orang tua, aku rencanakan dari A sampe Z. Namun sayang
seribu sayang, pendaftaran di goethe institut tidak bisa via online, alias kita
harus datang langsung pada hari H pendaftaran, namun bisa diwakilkan, itupun
jika beruntung dapat kelas, karena jumlah peminat yang banyak dan kursi yang
terbatas. Padahal posisiku masih dipondok dan tidak mungkin keluar pondok
apalagi ke Jakarta hanya untuk mendaftar. Untung ada temenku konsulat Jakarta,
Iqbal, yang membantu, kebetulan dia harus pulang ke Jakarta, dan rumah dia
tidak terlalu jauh dari Goethe Institut, Menteng.
Yaudah aku nitip dia untuk
mendaftarkan. Alhamdulillah dia mau membantuku. Baik bangetts..makasih bal..:).
Biaya di Goethe waktu itu klo tidak salah 6.500.000 per tingkat, aku ambil 2
tingkat, jadi biaya kursus aja kira kira 13.000.000. belom termasuk buku loh...bukunya
kira kira 300.000.
Tingkatan Bahasa Jerman
A1 ✓
A2 ✓
B1 ✓
B2
C1
C2
Bahasa
jerman sampe tingkat B1 itu dianggap 2 tingkat karena tingkat pertama itu
sampei setengah dari A2. Aku ambil cuman sampe B1 karena aku rasa udah cukup
bisa berbahasa Jerman. Itu aja butuh waktu sekitar 6 bulan. Jadi aku mulai
kursus tanggal 6 Juli dan selesai ujian B1 tanggal 14 Desember. Pengembangan bahasanya
nanti klo udah sampe di Jerman aja. (padahal juga mau buru buru ke Jerman aja
lo sad...!! iya kan ngaku!! :D)
Ok..
Kembali ke pondok Gontor. Karena aku akan pulang selamanya dan meninggalkan
pondok tercinta yang mendidikku dari kecil
hingga dewasa hingga aku bisa berjalan, membaca, menulis, makan minum
dll. (lebay lah..) hhe. Aku harus mengurus semua keperluan ku seperti ijazah
dll. Aku harus bolak balik Ponorogo ke pondok untuk mengurus ini itu. Sampe temanku
di bagian sekertaris pimpinan pondok bosan lihat muka ku yang selalu nongol
dikamarnya. Apa perlu aku pake topeng ya klo ke kantor Sekpim. Hhe. Tapi ya
alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Itu semua memang gak mudah dan sulit,
tapi bisa. Proses pengambilan ijazah ini berlangsung lama bahkan sampai aku mau
berangkat ke Jerman pun. Hha. Semangatt!!
Kawan,
tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan dan pengorbanan, ingat itu, tidak ada
keberhasilan yang didapat hanya dengan duduk santai dan melamun berharap langit
akan menurunkan hujan emas. Ingat pesan ayahku, bahwa hidup itu enaknya hanya
25%, sisanya 75% adalah perjuangan dan pengorbanan. Orang sukses melihat
kesempatan dalam kesempitan, namun orang yang malas selalu melihat kesulitan
dalam setiap kesempatan.
Aku
harus menemui pembimbing skirpsiku ustadz Syamsul Hadi Untung, untuk mengutarakan
maksudku untuk tidak melanjutkan skripsiku. Dan meminta restu beliau untuk
sekolah di Jerman. Aku menemui beliau sekitar 1 bulan setelah aku ijin ke bapak
pimpinan pondok, atau dua bulan menjelang Ramadhan. Aku harus menemui beliau ke
rumah beliau di nglumpang, tempatnya didekat pondok. Waktu aku kerumahnya,
ternyata beliau hendak pergi untuk mengurus walimah didepan rumah bapak
pimpinan, lalu beliau menyuruhku untuk ikut beliau dan duduk bersama didepan
kantor ADM, waktu itu beliau menanyakan maksudku ingin menemui beliau, karena
aku memang tidak memberitahu beliau sebelumnya
dan hanya mengatakan bahwa aku ingin ngobrol dengan beliau. Lalu aku
ceritakan semuanya. Aku udah setengah skripsi kuselesaikan. Namun aku ingin
lanjut studi keluar negeri. Dan aku bilang sebulan lalu aku udah ijin kepada
bapak pimpinan pondok modern dan diijinkan dan harus menyelesaikan pengabdian
sampai Ramadhan. Aku kira ustadz Syamsul akan mengiyakan aku meninggalkan S1
ku, namun diluar dugaanku, beliau mengatakan kalau aku harus tetap
menyelesaikan skirpsiku dan ikut wisuda. “selesaikan dulu skirpsi antum, baru
berangkat ke Jerman, wong wisuda udah didepan mata kok mau ditinggalkan, eman
eman udah belajar 4 tahun.” Begitulah kira kira kalimat ajaib beliau yang
membuat aku merasa semangat kembali melanjutkan menulis skripsiku, mau nanti
lanjut S2 atau ngulang lagi S1 itu urusan belakang, yang penting sekarang
selesaikan dulu yang ada didepan mata.
Fix.
Aku harus membuka lagi folder skripsiku yang udah sebulan aku cuekin. Eh mana
yaa..kok foldernya gk ketemu. Aku cari di bawah kolong kasur, dibawah tumpukan
baju, di balik batu di pohon. Gk ketemuuu.....(alay lagii....:D). Aku mengotak
atik lagi tu skripsi, dan yang paling berat adalah aku harus pergi lagi ke
Sampang Madura, untuk mendapatakan data data yang aku butuhkan untuk skirpsi. Berat
memang tapi itulah perjuangan. Didalam kesibukan mengajar dan mengurus toko
buku aku harus mencuri waktu untuk bisa ke Madura. Seperti biasa, hari rabu kamis
dan jumat adalah pilihanku, karena di hari hari itu aku piket toko buku, hhe. Kesempatan
dalam kesempitan nih..aku ngajak temenku Arfan Rochimin untuk menemaniku ke
Madura. Jalurnya aku harus pulang ke rumah dulu buat ambil mobil, dari rumah
baru cabut ke Madura. Perjalanan dari Ponorogo ke rumah naik motor boncengan
sama Arfan, pertama aku yang boncengin dulu sampe Madiun. Sekitar jam 8 kami
sampe madiun. Laper. Ohya dideket kantor imigrasi Caruban ada nasi pecel malam,
kami pun mampir dan makan disana. Nasi panas, pecel dan es teh manis memang
sangat enak saat kami kelaparan. Hhe. Selasai makan kamipun melanjutkan
perjalanan Caruban Bojonegoro. Namun kali ini Arfan yang bawa motor, aku capek.
Hhe. Akupun bonceng dibelakang sambil bawa tas carrier super besarku. Untuk
menuju kota Bojonegoro, kami harus lewat hutan dan bukit bukit. Malam pun makin
larut, mataku tak tertahankan, sampei sampai aku gak sadar sedang boncengan
pake motor. Aku tidur diatas sepeda motor. :D gila saking capeknya mungkin. Kamipun
istirahat bentar di SPBU, saat sampe rumah sekitar jam 12 malam, Arfanpun
ketawa sambil bercerita kalo dari tadi pas dia bawa motor, kepalaku sering
nyentuh punggung dia karena aku sering ngangguk ngangguk ngantuk! Hhe. Masih beruntung
aku gak jatuh kebelakang, padahal lewat tengah hutan dan bukit yang jalannya
naik turun loh, sempat sempatnya aku tidur. Capek banget ya broh?? Hhe. Setelah
dapat mobil, kamipun langsung melanjutkan perjalanan ke Madura, target pagi
harus udah sampe disana. Perjalanan Bojonegoro Madura butuh waktu sekitar 6
jam. Arfan lagi yang memegang kendali mobil. Hha. Aku harus tidur nyenyak
persiapan buat besok akan banyak berfikir dan berbuat. Eh lengkapnya sih gini.
Cuma kaki yang akan berjalan
lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,
mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering
melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, hati
yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu
berdoa.
Hhe. kok ada gambar 5 cm nongol sih? Sok 5 cm lah intinya. Begitulah seterusnya
sampai akhirnya aku bisa menyelesaikan skripsiku tepat pada waktunya. Sehingga tepat
pada tanggal 6 juli 2013 aku menjalani sidang skripsi dan selesai dengan hasil
yang memuaskan. B+. Alhamdulillah....dengan penguji beliau ustadz Syamsul Hadi
Untung, Ust Rif’at dan Ust Mujib Abdurrahman. Beliau mengucapkan selamat atas
kelulusanku diujian skripsi ini yang kebetulan ujian perdana dari kampus
gontor. Sombonggg...:D. Hanya revisi sekarang yang aku fikirkan. Pas banget
ustadz pembimbing skripsi yang bertanggung jawab ngurus revisiku adalah ust
Mujib. Masih ingat sekali saat aku ketemu beliau di depan kantor Sekpim dan
berbincang bincang dengan beliau tentang judul skirpsiku yang dianggap terlalu
ekstrem yaitu ingin meneliti konflik sunni dan syiah di Madura yang masih
hangat di media yang mana kondisi disana pun masih tidak kondusif untuk dikunjungi
atau bahkan untuk diteliti. Terbukti saat pertama kali aku kesana untuk melihat
kondisi disana, mobil mobil polisi dan brimob masih berjaga jaga diperbatasan
konflik. Selesai ujian skripsi aku langsung siap siap pulang kampung. Siang sampai
rumah dengan membawa kabar gembira dari langit ke tujuh. Hha. Malamnya aku dan
ayahku langsung berangkat ke Jakarta untuk mengikuti kelas perdana belajar
bahasa Jerman di Goethe Institut.
Ya begitulah aku menyelesaikan studiku di
Gontor. Memang semuanya tak terduga. Tak disangka bisa dikerjakan. Kadang yang
direncanakan, tidak terjadi, tapi yang tidak direncanakan malah terjadi. Kebanyakan berawal
dari mimpi dan tekad bulat untuk mewujudkannya.
Orang Tua, dan Dosen Pembimbing Skripsiku Ust Syamsul Hadi Untung di acara Wisudaku 12 Sept 2013 |
To be continued to part 2 and Katak Wisuda
yang belum baca part 2 klik aja My Steps From Gontor to Germany part 2
jangan lewatkan baca Katak Wisuda ya..Katak Wisuda
jangan lewatkan baca Katak Wisuda ya..Katak Wisuda