Bismillahirrahmanirrahim..
Germany |
Berawal dari
keputusan awalku untuk melanjutkan studiku ke Jerman dengan niat yang kuat
walaupun berasal dari keluarga yang sederhana, Allah memberiku kesempatan untuk
melanjutkan studiku ke negara impian itu. Ingatlah teman bahwa semuanya itu
akan terlihat tidak mungkin sampai ternyata engkau bisa melakukannya.
Oh iya, buat teman2 yang belum baca Part 1, klik aja. http://sangpengejarmatahari.blogspot.de/2014/07/my-steps-from-gontor-to-germany-part-1.html
terus yang belum baca cerita Si Katak Wisuda, baca ya...klik aja Katak Wisuda
terus yang belum baca cerita Si Katak Wisuda, baca ya...klik aja Katak Wisuda
Aku berangkat
ke Jerman sendiri tanpa agen. Semua diurus sendiri. Bukannya aku gak mau
menggunakan jasa Agen yang serba mudah tinggal bayar dan bisa dengan mudah
terbang ke Jerman, tapi memang orang tuaku tidak memiliki uang banyak untuk
membiayai agen. Hal ini yang memaksaku mandiri dan harus mengurus semua sendiri
dari pembuatan paspor, visa, kursus bahasa di Indonesia, Jerman, tiket pesawat,
mengurus berkas2, rekening Bank dan masih banyak lagi. Akupun melanjutkan studi
di Jerman dengan beasiswa dari orang tuaku . Bukan dari keluarga yang kaya
namun alhamdulillah Allah masih memberi rizqi lebih kepada kedua orang tuaku. Itulah
sebabnya aku sendiri kurang begitu mengerti tentang beasiswa beasiswa lainnya. Ini
memang bukan hal yang mudah tapi bisa untuk dilakukan dan diperjuangkan asal
memiliki niat tekad dan usaha yang konsisten.
Kota Cologne, Dekat Bonn |
Tepat pada
tanggal 26 Desember 2013 dini hari aku menaiki pesawat Etihad Airways untuk
pertama kalinya, pesawat yang membawaku terbang menuju Jerman. 18 jam aku
terbang, pikiranku bercampur aduk antara senang sedih resah dan gelisah. Senang
karena siapa sangka setelah perjuangan yang tidak mudah saat masih di Pondok dulu hingga aku bisa
menyelesaikan Studi Sarjanaku di Gontor dan perjuangan saat di Jakarta yang ku
fikir banyak keajaiban doa terjadi, sampai aku bisa duduk dipesawat yang akan
landing di Frankfurt Jerman jam 1 siang ini. Sedih tentu karena aku tidak tau
kapan aku akan pulang ke indonesia dan kembali bertemu dengan keluargaku lagi.
Biaya untuk berangkat saja susah, bagaimana bisa memikirkan biaya untuk pulang.
Resah karena aku tak tau apa yang bisa aku lakukan disana, hal yang bisa
bermaanfaat untuk nusa bangsa dan negara. Aku ini hanya anak muda akhir zaman,
yang kata orang, pinter kagak, sholeh jauh. Apakah aku akan pulang dengan
tangan kosong tanpa ilmu dan tanpa kebanggaan paling tidak untuk kedua orang
tuaku?. Akupun gelisah karena saat keberangkatanku ke Jerman ini, sama sekali
aku belum mendaftar sekolah di Jerman. Aku hanya mendaftar disekolah bahasa
selama dua minggu saja. Setelah itu, aku belum ada rencana lain kecuali
daftar-daftar ke Studienkolleg selepas kedatanganku ke negeri panser ini,
bahkan surat undangan untuk ikut tes masuk studienkolleg saja aku belum punya,
dimana teman teman yang lain banyak yang sudah punya surat undangan tes masuk itu saat
mereka terbang ke Jerman. Bahkan tidak sedikit pula yang sudah diterima di
Studienkolleg sebelum mereka terbang ke Jerman karena mereka mengikuti ujian
tes masuk di Indonesia. Tentu dengan biaya yang tidak sedikit, sedangkan aku?
Mana ada biaya...itulah yang berkecamuk di fikiranku bagaimana jika aku tidak
diterima di sekolah disini, karena telat daftar, karena tidak bisa mengerjakan
soal ujian yang aku tidak tau bagaimana model soalnya. Tapi tidak apa, karena
aku bisa daftar ketika aku dah sampai di jerman. Oh iya, Studienkolleg itu adalah
sekolah penyetaraan, wajib untuk calon Sarjana Bachelor atau lulusan SMA selama 2
semester sebelum masuk ke Universitas Universitas di Jerman.
Jadi saat
kedatangan ku di Jerman tanggal 26 Desember 2013, aku dijemput teman baikku di
Bandara Frankfurt dan langsung diajak kamarnya di kota Bonn, Jerman Barat, sekitar
perjalanan 3 jam dari Frankfurt pake kereta. Sebut saja namanya Aldi, dia teman
yang baik yang sudah membantuku mendaftar sekolah bahasa disini. Sekolah
bahasaku di VHS Bonn akan dimulai tanggal 15 Januari nanti. Aku banyak berharap
kepadanya karena dia sudah lumayan lama tinggal di Jerman dan kukira dia banyak
pengalaman dan informasi. Memang sebelum keberangkatan kami sering komunikasi
lewat Skype. Dia bukan agen sehingga tidak sedikitpun dia meminta imbalan.
Dalam perjalanan dari Frankfurt ke Bonn dia tampak gelisah dan tiba tiba bertanya
kepadaku. ” Sad, apa rencana kamu selanjutnya? “. Aku benar benar kaget dengan
pertanyaan itu. Karena aku sendiri baru sampai di Jerman. Aku berharap dia
banyak bercerita tentang Jerman. Bukan bertanya tentang itu. Nanti saja lah
kalau sudah sampai di rumah. Aku hanya bisa jawab. “ya..ya..nanti daftar daftar
aja ke Studienkolleg. Kirim berkas berkasnya” . bingung juga aku jawabnya. Kemungkinan
teman ku ini juga kecapean. Selain itu aku rasa dia merasa punya tanggung jawab
besar jika ternyata aku tidak dapat masuk Studienkolleg dan bahkan gagal atau
pulang tanpa hasil nantinya. Karena dialah satu satunya informanku sebelum ke
jerman. Apa yang nanti ia katakan ke
orang tuaku jika aku gagal sebelum masuk Studienkolleg.
Sesampainya dikamar
nya yang tidak begitu luas, kita langsung istirahat. Dia segera memasak
Spagetti ala Jerman. Dia kira aku suka, tapi ternyata mulutku belum bisa
menerima masakan ini sehingga makanannya tidak kuhabiskan. Kupaksa juga gak
bisa. Aku sisakan dan kumasukkan ke kulkas. Itu pertama kalinya aku merasa gak
enak dan bersalah sama dia. Dia bilang “yaudah, nanti aku yang makan”.
Hening.
Karena jetlag, jam 7 malam aku
dah tidur. Karena memang pada musim dingin, bulan Desember, jam 4 saja sudah
masuk waktu maghrib dan sudah gelap, sholat subuhpun jam 6 pagi, karena jam 9
baru terbit matahari. 2 hari aku menumpang dirumahnya, sebagai tamu aku merasa
sangat tidak enak, dia pun juga pasti merasa hal yang sama. Mau masak aku harus izin, mau keluar izin, dst. bagaimana
nggak, soalnya temenku ini dalam waktu dekat juga akan menghadapi ujian. Fix
aku harus segera pindah dari rumahnya. Tapi pindah kemana? Aku gak tau...dialah
temanku satu satunya di Jerman. Tak seorangpun orang indonesia yang aku kenal
dikota ini, bahkan di Jerman. Dia segera mencarikan tumpangan buatku. Dia
telpon teman temannya siapa tau ada yang bersedia ditumpangi. Alhamdulillah ada
satu orang teman yang bisa ditumpangi. Sesegera mungkin aku kemasi barang dan dia mengantarku ketemuan dengan
temannya ini di sebuah restaurant China. Setelah makan, berkenalan dan ngobrol
sedikit akhirnya temanku pulang, dan kini aku bersama teman baruku 2 orang. Oh
iya, sebelum aku pergi, Aldi memberiku penutup kepala warna hitam untuk musim
dingin. Terima kasih kataku. Budi baikmu gak akan terlupakan. Malam itu aku
menginap di sebuah apartemen yang tidak begitu luas juga. Dengan kamar mandi
dan dapur bersama penghuni kamar apartemen lain. Malam itu kami sekamar bertiga.
Temanku yang punya kamar ini bernama Dimas, namun dia sedang kerja di kota
Aachen. Jadi dirumahnya dititipkan ke Andre, sekarang tinggal disana temannya,
Andre dan Karim. Sungguh mulia hati temanku Andre ini. Dia sudah mau menerimaku
sebagai tamu dan memintakan ijin kepada Dimas, padahal kami baru kenal dan aku orang
yang belum jelas nasibnya, izin untuk tinggal dikamarnya yang sempit walaupun
sudah ada orang lain yang juga menumpang sampai aku mendapat kamar baru
nantinya. Besoknya ternyata karim pulang ke Indonesia. Dia tidak jadi belajar
di Jerman. Dia akan melanjutkan studinya ke Inggris katanya. Tinggallah kami
berdua. Aku dan Andre. Namun baru saja satu malam, aku dapat telepon dari Aldi
bahwa ada kamar yang disewakan untuk 2 minggu. Tempatnya tidak jauh dari pusat
kota. Setelah nego harga dengan orang Jerman yang menyewakan kamar itu akhirnya
deal. Dengan bahasa yang masih belepotan, langsung saja aku iya kan dan aku
langsung pindah ke kamar baruku, lumayan kamar yang bagus dengan dapur dan
kamar mandi didalam. Perabotan juga sudah lengkap.
Kamarku di Bonn |
Salah satu sudut kota Bonn |
Aku sangat
ingat ketika Andre melihatku sedang bingung dan sedih,, ia berkata, “ Ruq, lu
bakal melihat cahaya itu beberapa tahun lagi ruq, yakin ruq!!”. Ini kata kata
gila yang membuatku hampir menangis. Sungguh memotivasiku.
Aku harus
mencoba berbagai kemungkinan, plan A, plan B, plan C dst. Aku memutuskan untuk
mencoba ikut ujian Studienkolleg privat di kota Leipzig, Jerman Timur.
Studienkolleg privat itu sangat mahal kalau dibandingkan dengan Studienkolleg
negeri yang nyaris tanpa biaya. Tapi mau bagaimana lagi. Aku harus sekolah jika
ingin memperpanjang visaku atau kalau tidak, pihak imigrasi akan memulangkan ku
ke Indonesia.
Segera aku
pergi ke Leipzig dan alhamdulillah setelah aku mencari cari tumpangan di PPI
Leipzig dari Facebook, ada satu orang yang mau memberiku tumpangan. Di Leipzig
aku menginap beberapa hari. Disitu aku dapat nasihat dari teman baruku, ia berkata
“kenapa kamu mau masuk studienkolleg privat padahal kamu belum mencoba untuk
ikut tes studienkolleg negeri. Sayang sekali kan, kamu harus coba masuk
studienkolleg negeri dulu”. Dia menasihatiku begitu, padahal dia sendiri juga
sedang sekolah di Studienkolleg Privat. J
Benar kata dia, aku mulai berfikir, kenapa aku udah menyerah, padahal aku belum
mencoba, lebih baik aku daftar sekolah bahasa lagi di Berlin sembari aku
menunggu semester selanjutnya. Sip, aku memutuskan untuk tidak datang hari H
ujian masuk studienkolleg Privat padahal beberapa hari sebelumnya aku sudah
daftar.
Aku segera ke
Berlin dan daftar ke sebuah sekolah Bahasa paling murah di sana. Aku kontrak 3
bulan tapi aku bilang aku bayar 2 bulan dulu, nanti sisanya bayar belakangan
soalnya uangku menipis untuk biaya sejak kedatanganku di Jerman. Untungnya
dibolehkan dan alhamdulillah aku sudah pegang kontrak kursus yang bisa kupakai
untuk perpanjang visa nantinya. Kursus di Berlin dimulai bulan Maret nanti. Di
Berlin aku tinggal 2 hari satu malam, namun aku tak punya tempat menginap,
padahal hari itu diluar sangat dingin, suhunya sekitar -2 derajat. Tapi belum
bersalju. Sampai kulit tangan saja sakit rasanya klo gak pake sarung tangan. Gak mungkin
aku nginap di stasiun, hotelpun aku gak punya cukup uang. Tapi untung saat aku
jalan jalan di Bradenburgertor bersama satu orang kenalanku, aku bertemu anak
Indonesia lain yang menyapaku duluan. Dan kami ngobrol dan ia bertanya dimana
aku menginap. Aku jawab aja “ah, gampang itu, cowok bisa nginep dimana aja” sok
tegar, padahal sebenernya aku berharap juga ia akan menolongku. Dia gak tega
kalau seandainya aku tidur di Stasiun. “kalau musim panas sih aku bodo amat
kamu mau nginep dimana, tapi sekarang musim dingin, gak mungkin kamu tidur
diluar.” Begitu katanya. Akhirnya dia mau menolongku dan memberiku tumpangan
semalam. Alhamdulillah...
Berlin
bersalju keesokan hari nya ;). Setelah selesai urusanku di Berlin, aku segera
pulang ke Bonn, oh iya, aku baru ingat, kalau aku sudah tidak punya rumah lagi
di Bonn, karena saat masih di Leipzig kontrak rumahku sudah habis, waktu di
Leipzig itu aku belum bisa pulang ke Bonn karena aku masih harus ke Berlin.
Tapi barang barangku dirumah lama harus pindah. Bagaimana kalau begitu. Lagi
lagi untung ada Andre yang mau menunggui rumahku dulu. Dialah yang mengemasi
semua barangku dari rumah lama dan memindahkan lagi ke rumah Dimas, padahal
barangku itu tidak sedikit. Dia sendirian yang mengangkat barang2ku dan
memindahkannya kerumah Dimas. Baik banget lo ndre...Suatu saat aku pernah
melihat pesan Line di HP andre, bagaimana ia merayu Dimas supaya Dimas
mengizinkanku tinggal lagi dirumahnya. Andre memuji mujiku didepan Dimas bahwa
aku anak yang baik dan rajin shalat. Dia jamin bahwa aku gak macam macam kalau
tinggal dirumah Dimas, Andre juga bilang kalau aku gak merokok, sehingga
akhirnya Dimaspun mengijinkanku untuk tinggal lagi dirumahnya. Akupun terharu,
Terima kasih banyak Andre.
Andre |
Sesampainya di
kota Bonn, itulah pertama kalinya aku bertemu dengan Dimas. Anaknya baik dan
suka membantu juga. Aku tau dia begitu karena memang dia pernah merasakan
bagaimana susahnya dulu ketika ia juga membutuhkan bantuan orang lain. Satu
masalah sudah selesai yaitu ketakutanku kalau saja visa ku tidak bisa
diperpanjang karena tidak ada aktivitas. Ya, aku sudah daftar sekolah bahasa di
Berlin walau biaya hidup nantinya tentu tidak murah.
Sekitar satu
minggu setelah itu, tiba tiba aku dapat email dari seorang ibu ibu dari
Indonesia, dia memberitahuku kalau ternyata berkasku dulu yang aku kirim ke Studienkolleg
Koethen tidak Jelas, maksudnya ada beberapa hal yang tidak aku isi, sehingga
aku tidak dapat surat balasan. Ternyata yang mengirimiku email itu adalah
seorang ibu yang anaknya sedang studi juga di Studienkolleg Koethen, anak itu
diberi tahu gurunya kalau ada anak indonesia yang mengirim berkas dan tidak
jelas, sehingga anak tadi segera memberi tahu ibunya di Indonesia supaya
menghubungiku. Anak itu bernama Nina, nina fikir aku masih di Indonesia,
sehingga ia memberi tahu ibunya yang di Indonesia, setelah aku balas email
ibunya dan aku beri tahu bahwa aku sekarang sudah dijerman, ibunya segera
memberiku nomer handphone nina. Semoga berhasil kata ibunya. Aku segera
menelpon nina dan nina memberitahuku kalau aku harus segera mengirim email ke
Frau Bentham, dialah guru yang menerima berkasku dan memberitahu Nina kalau
berkasku kurang jelas. Tanpa berfikir lama aku segera kirim email ke Frau
Bentham aku jelaskan semua yang dari berkasku kurang jelas, dan besoknya beliau
membalas emailku satu kali, lalu aku balas lagi dan beliau sudah tidak membalas
lagi, ternyata beliau sedang pergi ke Inggris bersama suaminya kata Nina.
Alhamdulilllah
aku berfikir ini ada harapan bahwa aku bisa masuk studienkolleg negeri di
Koethen. Hanya tugasku sekarang follow up dan tetap rajin mengirim email ke
frau Bentham walau tidak dibalas. Tapi lama kelamaan aku juga merasa frustasi
karena tidak pernah dibalas, kayaknya memang aku ditakdirkan untuk ikut
semester depan saja. Gak mungkin banget bisa masuk studienkolleg semester ini.
Terlalu cepat dan terlalu memaksakan kataku. Akupun sekarang tidak terlalu
berharap lagi.
Aku diajak
Andre jalan jalan ke kota Aachen, andre janji akan mengenalkanku ke seseorang
yang bisa menginspirasiku, dia bilang kalau temannya di Aachen ini pasti cocok
kalau ketemu aku. Aku iya kan aja. Sesampainya di Aaachen, kota tempat pak
Habibie dulu belajar memang sangat indah. Kota perbatasan Jerman Belanda.
Disini aku dipertemukan Andre dengan orang yang bernama mas Ghani. Memang orang
yang luar biasa. Bahkan kubilang sangat luar biasa. Perjuangan yang sangat
panjang darinya bisa aku jadikan cambuk bagiku saat aku berputus asa. Bayangkan
saja saat aku diajak ke perpustakaan Universitas RWTH tempat pak Habibie dulu,
aku diajak ngobrol dan ia bercerita banyak tentang kehidupannya. Ia datang ke
Jerman dengan biaya yang sangat minim, hanya uang saku dari orang tuanya
senilai 300 euro dan sebuah kartu nama teman ayahnya. Uang segitu hanya cukup
untuk hidup satu bulan. Bahkan kurang. Dia juga datang sendiri ke Jerman.
Bagaimana dengan uang yang hanya segitu ternyata dia sekarang sudah hampir
menjadi sarjana Diploma (setara Master) di Universitas RWTH yang terkenal sulit
masuk dan sulit keluar!? Bagaimana pula dengan uang segitu ia bisa hidup selama
10 tahun di Jerman. Ia menasihatiku bahwa orang yang berhasil di Jerman adalah
orang yang pandai dan baik hubungannya dengan Allah, sebab tidak sedikit teman
dia yang gagal ditengah studinya di jerman karena jeleknya hubungan dengan
Allah. Suatu saat ia juga cerita bahwa ia pernah tidak punya uang sedikitpun
lalu ia ke masjid dan bedoa dan berpasrah kepada Allah, tiba tiba ada orang
arab yang mendekatinya dan bertanya kepada mas ghani apakah mas Ghani punya
masalah keuangan, kalaupun ya, besok mas ghani disuruh datang lagi kemesjid
lagi. Mas ghani pun besoknya diberi uang olehnya yang jumlah nya cukup untuk
hidup satu bulan. Dari mana orang arab ini tau kalau mas ghani punya masalah
keuangan? Allah lah yang tau jawabannya.
Mas Ghani |
Mas ghani juga
tidak mudah menyerah, ia tidak malu pula untuk bekerja untuk bisa melanjutkan
studinya di RWTH. Ia tidak malu masuk ke toko toko di kota Aachen sampai kota
Cologne dan bertanya apakah ada pekerjaan buat dia, sampai akhirnya ia dapat
kerja dan bahkan ia bisa mengirim uang kepada ibunya di Indonesia. Sungguh
orang yang luar biasa pantang menyerah. Kami pun menjadi sahabat baik, senang
sekali aku punya teman di Aachen yang rajin shalat di Masjid dan mengikuti
kegiatan islam di Aachen.
Sepulangnya dari
Aachen tiba tiba aku punya fikiran untuk pergi dan tinggal di koethen saja, “mending
aku langsung bertanya ke kantor sekretariatnya tentang berkasku.” Fikirku. Siapa
tau ada kebijakan lain. Akhirnya sekitar sebulan sebelum ujian tes masuk, aku
datang ke kota koethen. Di Koethen aku tinggal di rumah teman nya Andre yang
bernama teguh. Lagi lagi aku bertemu dengan anak yang tidak kalah baiknya dari
mas Ghani. Sesuai namanya, anak ini memang sangat teguh karena banyaknya
masalah yang datang dan ia mampu untuk bertahan, ternyata dia sudah satu
setengah tahun di Jerman dan ia sama sekali belum pernah dapat kiriman uang
dari orang tuanya di Indonesia, anaknya benar benar hemat dan mandiri. Ia kerja
sebagai pencuci piring kotor di sebuah restoran dekat rumahnya, tidak sedikit
yang mengejeknya kuproy, kuli proyek. Karena memang teman teman nya tidak ada
yang kerja. Tapi ia tidak malu. Hebat aku fikir. Aku harus banyak belajar dari
orang orang seperti ini.
Sebulan
sebelum hari ujian tes masuk aku sudah tiba di kota Koethen. Fikirku nanti pas
hari H, aku datang ke Studienkolleg dan langsung tanya ke sekretariat tentang
berkasku, siapa tau gurunya berbelas kasihan kepadaku dan membolehkan aku untuk
ikut ujian masuk. Namun beberapa hari sebelum ujian tes masuk aku coba datang
ke bagian sekretariat dan bertanya tentang kejelasan dokumen yang kukirim dulu,
aku coba klarifikasi kesalahanku dalam dokumen yang kukirim dulu. Ternyata
ditolak mentah mentah, aku disuruh daftar lagi semester depan, dengan dalih
banyak dokumen lain yang belum dia balas dan diberi surat undangan untuk ikut
ujian masuk. Kata guru bagian sekretariatnya sambil menunjukkan dokumen dukumen
lain yang bertumpuk tumpuk yang tidak diberi balasan olehnya. “lihat itu
dokumen dokumen yang tidak saya balas” katanya dalam bahasa Jerman. Akupun diam
seribu bahasa. Makasih bu aku bilang dan izin keluar ruangan. Akupun udah mulai
pesimis. Bahkan dengan kedatanganku ke kota Koethen dan bertanya ke
sekretrariat langsung pun tidak begitu bermanfaat. Aku pulang ke rumah teguh
dengan rasa kecewa.
Satu hari
menjelang ujian masuk Studienkolleg datang 5 anak dari kota Aachen yang
menumpang dikamar sebelah kamar teguh. Ternyata anak anak ini juga memiliki
masalah yang sama denganku. Mereka mengirim berkas ke Studienkolleg namun juga
belum dapat balasan. Mereka ingin klarifikasi masalah mereka. Mereka juga
berinisiatif untuk datang pas hari H ujian masuk siapa tau dapat ijin untuk
ikut ujian masuk. Mereka pun mengajakku untuk ikut datang ke Studienkolleg.
Namun aku udah terlanjur pesimis untuk diijinkan ikut ujian masuk. Ya karena
sebelumnya aku udah datang ke sana dan bertanya. Malam harinya teman teman
belajar bareng, aku diam aja dikamar. Boro boro belajar, besok aku mau datang
juga nggak.
Besoknya aku
bangun pagi. Jam enam pagi teman teman siap siap berangkat ke Studienkolleg,
mereka mengajakku lagi, akupun bilang okelah, aku ikut. Tanpa persiapan
belajar. Cuman mau lihat anak anak yang mau ikut ujian masuk. Pasti rame.
Ternyata memang sangat rame. Nah temen teman 5 orang tadi datang ke kantor
sekretariat. Memohon untuk diijinkan ikut ujian masuk. Ternyata hasilnya sama
sepertiku. Ditolak. Gak bisa karena sudah banyak yang daftar dan kursi ujian
terbatas. Teman teman pada kecewa dan masih sangat berharap untuk diijinkan.
Namun tiba
tiba keajaiban itu datang untukku, aku
dengar ada orang yang bilang, eh itu frau bentham. Ternyata frau Bentham sudah
datang dari liburannya di Inggris. Langsung saja aku datangi beliau dan aku
bilang nama saya Asadul Islam Al Faroq, sontak beliau ingat dan langsung
menjawab, oh kamu Al Faroq. Sini ikut saya ke kantor saya, sayapun diajak ke
kantor beliau, tiba tiba aku semangat. Betapa baiknya beliau. Pokoknya baik
banget deh. Akupun menjelaskan kalau aku sudah S1 namun ingin mengulang lagi
S1. Aku jelaskan juga alasannya. Akhirnya beliau memberiku sesobek kertas yang
tertulis disitu namaku, tanggal lahir, nama beliau dan tanda tangan beliau dan
nomer urut. Kata beliau ni kamu pake daftar ulang ke panitia ujian biar kamu
bisa ikut ujian. Alhamdulillah, aku diijinkan untuk ikut ujian. Siapa sangka,
akupun ternyata lulus ujian itu. Sementara temanku 5 orang tadi dia belum
diberi kesempatan lulus ujian. Betapa senang hatiku bisa lulus. Aku segera
kabari kedua orang tuaku. Aku yakin bahwa ini semua tidak lepas dari doa
mereka.
Studienkolleg Koethen Anhalt |
Setahun aku
belajar di Studienkolleg sebagai persiapan sebelum masuk ke Universitas di
Jerman, tak mengapa aku sekolah lagi S1, toh aku dapat ilmu yang baru juga. Yang
penting ilmunya dulu, titel belakangan. Satu demi satu teman dan sahabat baru
kutemui, dari awal nya satu orang sehingga sekarang banyak sekali, terlebih
dalam tali persaudaran ukhuwwah Islamiyyah, sehingga berbagai kegiatan,
kenangan telah kulalui disini. Pernah juga aku dapat kesempatan menemani tim Trans7
saat meliput acara penghafal quran cilik dunia di Hamburg,
Bersama Trans7 di Hamburg |
Banyak pengalaman berharga yang kulalui yang tidak kuceritakan semua disini. Dan alhamdulillah tepat satu tahun lamanya akupun lulus dari Studienkolleg dimana beberapa teman belum diberi kesempatan untuk lulus. Dan sekarang aku sudah siap menuntut ilmu lagi di Universitas. Masih kuingat selalu kata Andre dulu bahwa aku akan melihat cahaya itu beberapa tahun mendatang. Dan aku telah melihat seberkas cahaya itu sekarang. Dan aku akan terus mencari dan menuju cahaya itu. Insha Allah..
Demikianlah kawan
pengalamanku saat awalku merantau kenegeri orang. Banyak hal yang belum aku
ceritakan, tapi aku yakin keberhasilan yang aku raih saat ini tidak pernah
lepas dari doa dari orang orang yang aku cintai dan orang orang yang
mencintaiku terutama keluargaku. ini juga ada video tentang kegiatan kami di Studienkolleg Koethen. https://www.youtube.com/watch?v=9qrIP4fu_6Y .
Jangan pernah menyerah selama kaki masih bisa melangkah, tangan masih bisa menyentuh, mata masih bisa melihat, mulut masih bisa berkata, telinga masih bisa mendengar, otak yang masih bisa berfikir dan hati yang masih bisa merasakan nikmat nya Iman...:)
Jangan pernah menyerah selama kaki masih bisa melangkah, tangan masih bisa menyentuh, mata masih bisa melihat, mulut masih bisa berkata, telinga masih bisa mendengar, otak yang masih bisa berfikir dan hati yang masih bisa merasakan nikmat nya Iman...:)
Musim Salju di Koethen |
Aku terinspirasi
dari banyak orang dan semoga aku bisa menginspirasi banyak orang juga. Doakan
aku menjadi orang yang bisa berguna bagi orang banyak, khairunnasi anfauhum
linnasi, sebaik baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya. Amin Allahumma Amin..
untukmu Indonesiaku.
Tanah airku tidak kulupakan
kan terkenang selama hidupku
biarpun saya pergi jauh
tidak kan hilang dari kalbu
tanah ku yang kucintai
engkau kuhargai
walaupun banyak negeri kujalani
yang masyhur permai dikata orang
tetapi kampung dan rumahku
disanalah kurasa senang
tanahku tak kulupakan
engkau kubanggakan.....:')
penuh perjuangan, smoga dpt menuju cahaya ksuksesan...:)
BalasHapusamiiinn..mkasih dek nisa..:)
Hapustabadduli masya'irr...
BalasHapusd tunggu crita-crita slnjutnya,..
fighting :)
خير كم أنفعهم للناس....
keren sob...!!!! kesuksesanmu tergantung dgn seberapa keras usahamu...!!! ingat sob, Allah tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya.....!!!!! dan itu semua akan jadi kisah menarik bagi anak2 ente dan kebangaan bagi kami teman - teman armada masa depan graduate 2009
BalasHapusmakasih amri...:)
HapusPertolongan Allah tidak datang terlalu cepat atau terlalu lambat, tapi tepat pada waktunya, sangat menginspirasi (y)
BalasHapusmakasih mbak dian fitri...:)
BalasHapusSubhanAllah... kok bisa ya fokus dalam suatu hal ketika keadaan tidak mendukung..hehe
BalasHapuskeren! menginspirasi sekali..
allahu mustaan mbak soesi...:)
BalasHapusAllahu akbar...
BalasHapusMannajah tadzz...
Smoga bsa nyusul....ustadzi...
.......tholibukum....
Aminn...insha Allah gilang :)
BalasHapusAssalamu'alaikum warahmatullah akhi. Salam kenal sebelumnya, ijin bertanya. Antum mendapat beasiswa kah untuk dapat lanjut studi ke Jerman? Kalau boleh tau beasiswa apa ya akhi? Syukron, wassalamu'alaikum warahmatullah
BalasHapusAssalamu'alaikum warahmatullah akhi. Salam kenal sebelumnya, ijin bertanya. Antum mendapat beasiswa kah untuk dapat lanjut studi ke Jerman? Kalau boleh tau beasiswa apa ya akhi? Syukron, wassalamu'alaikum warahmatullah
BalasHapusketiga kalinya baca, dan kuputuskan untuk turut komen!! keren!!! I am motivated, and inspired
BalasHapusAssalamualaikum kak boleh minta alamat email atau nomor telfonnya?? ada yang mau saya konsultasikan
BalasHapusKalau bisa kirimkan email ke saya yaa :)
BalasHapus