PENDAHULUAN
Fenomena
beragama dalam kehidupan manusia adalah fenomena yang unik, universal, dan
masih penuh misteri, sekalipun hanya kepercayaan kepada yang ghaib, sacral,
atau melakukan ritual dan mengalami kehidupan transdental. Ekspresi religious
telah ada dikalangan masyarakat primitive maupun modern. Dalam masyarakat
primitive, kehidupan beragama merupakan system social budaya, sedangkan dalam
masyarakat modern, kehidupan beragama hanya salah satu aspek saja dari
kehidupan sehari hari. Sungguhpun demikian, tidak ada aspek kebudayaan lain
selain agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas terhadap kehidupan
manusia. Tidak mengherankan kalau dikatakan agama mewarnai dan membentuk suatu
budaya.
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan
kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa, atau
supranatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat,
bahkan terhadap segala gejala alam. Kepercayaan itu menimbulkan perilaku
tertentu, seperti berdoa, memuja, dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental
tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari individu
dan masyarakat yang mempercayainya. Karenanya, keinginan, petunjuk, dan
ketentuan kekuatan gaib harus dipatuhi, kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan
ini berjalan dengan baik dan selamat.
Kepercayaan
beragama yang bertolak dari kekuatan ghaib ini tampak aneh, tidak alamiah dan
tidak rasional dalam pandangan individu dan masyarakat modern yang terlalu
dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu diyakini ada kalau kongrit, rasional,
alamiah atau terbuktik secara empiric dan ilmiah.
Namun
demikian, kehidupan beragama adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan
sepanjang sejarah masyarakat dan kehidupan pribadinya. Ketergantungan
masyarakat dan individu kepada kekuatan ghaib ditemukan dari zaman purba sampai
ke zaman modern ini. Kepercayaan itu diyakini kebenarannya sehingga ia menjadi
kepercayaan keagamaan atau kepercayaan religious. Mengadakan upacara upacara
pada momen momen tertentu seperti perkawinan, kelahiran, dan kematian, juga
berlangsung dari dahulu kala sampai zaman modern ini. Upacara ini dalam agama
dinamakan ibadah dan dalam antropologi agama disebut ritual.
Kepercayaan
terhadap sucinya sesuatu itu dinamakan dengan mempercayai adanya sifat sacral
pada sesuatu itu. Mempercayai sesuatu sebagai yang suci atau sacral juga cirri
khas kehidupan beragama. Adanya aturan terhadap individu dalam kehidupan
bermasyarakat, berhubungan dengan alam lingkungannya atau dalam berhubungan
dengan tuhan juga ditemukan disetiap masyarat, dimana dan dikapanpun. Beragama
sebagai gejala universal masyarakat manusia juga diakui oleh bergson, seorang
pemikir perancis. Ia menulis bahwa kita menemukan masyarakat manusia tanpa
sains, seni dan filsafat tapi tidak pernah ada masyarakat tanpa agama walaupun
ia tidak menyebut contoh masyatakat yang tanpa seni dan filsafat hidup. Namun
ungkapannya ini menekankan universalnya fenomena beragama dalam kehidupan
masyarakat.
A. PENGERTIAN AGAMA
Agama
adalah sebuah keyakinan dan kepercayaan, sehingga sulit diukur secara tepat.
Hal ini pula yang menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat
tentang agama. Bahkan Walter Houston Clark dengan tegas mengakui bahwa tidak
ada yang lebih sukar daripada mencari kata kata yang dapat digunakan untuk
membuat definisi agama.
Namun
pendapat ini bukan berarti bahwa agama sama sekali tak dapat dipahami melalui
pendekatan definitive. Karena itu, walaupun mungkin belum disepakati semua
pihak, rangkuman definisi yang dikemukakan Harun nasution[1]
dapat memberi gambaran tentang pengertian agama. Beranjak dari pengertian
etimologis, harun Nasution kemudian merangkum sejumlah definisi tentang agama
dan merumuskan unsur-unsur penting yang terdapat di dalam agama tersebut.
Harun
Nasution menurut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al din, religi
(relegere, religare) dan agama. Al din (semit) berarti undang undang atau
hokum. Kemudian, dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Adapun dari kata religi
(Latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian, relegere
berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a = tak, gam = pergi
mengandung arti tak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun.
Bertitik
tolak dari pengertian kata kata tersebut, menurut harun nasution, intisarinya
adalah ikatan. Karena itu, agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi
dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tak dapat ditangkap dengan panca
indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia
sehari hari. Secara definitive, menurut Harun Nasution agama adalah:
a)
Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang
harus dipatuhi.
b)
Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
c)
Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan
perbuatan manusia.
d)
Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
e)
Suatu system tingkah laku yang berasal dari kekuatan ghaib.
f)
Pengakuan terhadap adanya kewajiban kewajiban yang diyakini bersumber
pada suatu kekuatan ghaib.
g)
Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar
manusia.
h)
Ajaran ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
rasul. [2]
Agama
sangatlah penting dalam kehidupan manusia karena ia dapat memberikan beberapa
perubahan.
B. PSIKOLOGI MANUSIA DALAM BERAGAMA
Manusia
sebagai subjek dari agama sudah tentu memiliki hubungan yang erat dengan agama
itu sendiri. Hubungan antara dua variable ini ada yang menyangkut masalah
masalah besar, menengah, dan kecil. Meneliti hubugan masalah besar dalam
kehidupan seperti hubungan agama dengan kemujuan, pembangunan atau modernisasi,
agama dan kebahagiaan hidup dinamakan dengan proses grand theories. Dibawah
itu, dapat pula diteliti masalah yang lebih khusus, seperti hubungan agama
dengan politik, ilmu pengetahuan, seni, organisasi, yang dapat dinamakan dengan
middle theories. Kemudian perhatian peneliti antropologi dapat pula ditujukan
kepada fenomena yang lebih khusus atau kecil dari middle theoris dalam
masyarakat, seperti fenomena meneliti music nasyid dikampus suatu universitas
umum, kehidupan seksual pastur suatu gereja katolik, kehidupan spiritual para
selebritis suatu kota metropolitan. Hasil penelitian atau studi tentang hal
yang lebih khusus ini yang biasa dinamakan studi kasus dapat dinamakan mikro
teoris.
Diantara
ahli antropologi ada yang tidak setuju, antropologi ikut ikutan pula
mengembangkan pengetahuan teoritis seperti ilmu alam, sosiologi, dan ilmu
ekonomi sebagaimana dikemuakakan oleh geertz. Namun sebagai ilmu yang mulanya
dikembangkan oleh kebudayaan modern barat, penilaian terhadap hubungan agama
dan kehidupan dapat dibaca, baik secara tersurat, atau minimal secara tersirat.
Maka
muncul beberapa teori asal usul agama, diantaranya adalah teori psikologis.
Sigmund
freud mulanya seorang dokter medis. Ia menyaksikan banyak penyakit fisik dilatar
belakangi oleh gangguan jiwa. Ia juga menulis tentang agama dan masyarakat
primitive. Gangguan jiwa manusia, menurutnya, disebabkan keinginan hewani
manusia yang terkumpul dalam alam bawah sadar jiwa manusia banyak yang
terhalang untuk direalisasi oleh nilai nilai ideal yang berada dalam jiwa
manusia yang dinamakan superego. Superego berasal dari tekanan hukum, moral,
agama, dan budaya. Keinginan hewani manusia demikian mendasar , menurut freud,
sehingga tampil dalam bentuk Oedipus kompleks. Dari masih kecil, anak anak
sudah menaruh cemburu kepada orang tuanya yang sejenis kelamin dengan dia
karena orang tuanya itu juga mencintai orang tuanya yang berlawanan jenis
dengan dia sendiri. Dia juga mencintai o9ran gtuanya yan gberlawanan jenis
kelamin itu oleh karena itu, anak lelaki menaruh cemburu kepada ayahnya dan
anak perempuan menaruh cemburu dari kecil kepada ibunya.
Dalam
bukunya totem dan taboo ia menjelaskan bahwa asal mula agama, etik, masyarakat,
dan seni adalah pada Oedipus kompleks. Terpengaruh oleh data suku aborigin yang
digunakan Durkheim. Freud mendasarkan teorinya pada eksogami dari suku yang
bersangkutan dan binatang atau tumbuhan totem tidak boleh dinamakan kecuali
dengan ritual tertentu. Dalam masyarakat yang hanya hidup dari berburu, bapak
punya peran besar dan menyingkirnkan peran anak laki laki yang lain. Bapak juga
memonopoli perempuan yang ada dalam sukunya. Syahdan, kata freud, pada suatu
hari, anak laki laki tersingkir nekat menyembelih ayahnya dan memekan daging
ayahnya itu. Kemudian timbul rasa bersalah dan berdosa yang serius dikalangan
mereka. Lalu mereka berbalik menghormati, memuja, menyembah, dan memimta ampun
kepada ayah tersebut. Dengan demikian, bapak yang mati akhirnya juga menjadi
sangat berkuasa. Dengan kisah Oedipus kompleks inilah dimulainya kepercayaan
keagamaan menurut freud. Dari seni lahir kepercayaan kepada totem, taboo,
incessed, eksogami, ritual totem dalam masyarakat. Binatang totem adalah ayah
itu sendiri. Lama kelamaan anggota suku biasa atau awam merasa tidak bias
berhubungan dengan totem dan tuhan itu. Lalu timbul pula lembaga pemuka agama.
Dalam agama Kristen tuhan anak juga memuja dan menyembah tuhan bapak karena
Oedipus complex.
Namun,
disamping itu, freud juga mengakui bahwa agama adalah kebutuhan psikologis
manusia. Karena ketidak mampuan manusia menghadapai berbagai bencana alam,
mereka buat patung atau lukisan yang menempatkan bahaya alam itu sebagai tempat
pelampiasan kemarahan. Mereka juga memerlukan orang kuat untuk menhadapai semua
bencana, yaitu Tuhan. Tetapi tuhan itu sebenarnya adalah orang yang paling
mereka cemburui dan takuti., yaitu ayah mereka sendir. Dengan demikian, freud
membuktikan kebenaran teori Oedipus complex. Dengan demikian, agama tidak lain
dari an in fantile opsession (obsesi kekanak kanakan).
Cerita
ini juga diterapkannya untuk agama yahudi yang berasal dari agama mesir kuno.
Amenhotep adalah raja mesir yang meresmikan satu tuhan yang maha kuasa. Salah
satu seorang rakyatnya yang bernama musa yang tidak mau agamanya dikotori oleh
polytheisme mereka mengajak kaumnya bangsa yahudi untuk percaya kepada satu
tuhan, melakukan khitan bagi laki laki, memberikan hukum hukum, dan memerintahkan
menyembah tuhan aton yang maha esa. namun, diantara bangsanya ada yang keras
kepala, ingkar, dan malah berusaha membunuh nabi musa dan mengembalikan agama
monotheisme yahudi ke agama polytheis suku suku sebelumnya yang dinamakan
dengan agama yahwe. Oleh sebab itu, nabi adalah bapak orang yahudi, dibunuh
oleh para pemberontak, anak anaknya. Kemudian anak anaknya merasa berdosa dan
berdamai serta menghormati bapaknya dan hukumnya. Agama yahwe mereka
intergrasikan dengan agama adonai yang diajarkan musa, si bapak terbunuh. Teori
ini tentu mengundang banyak kritik, suatu rekonstruksi yang didasarkan kepada
khayalan, tidak kepada fakta.[3]
C. KESIMPULAN
Dalam
menelusuri asal usul mengapa manusia beragama, kebanyakan ilmuwan social
mengembalikannya kepada factor kelemahan manusia. Manusia beragama karena
beberapa hal berikut. Yang pertama, karena ia tidak mampu mengatasi bencana
alam dengan kemampuan sendiri. Kedua, karena ia tidak mampu melestarikan sumber
daya dan keharmohisan alam, seperti tidak mampu menjamin matahari tetap
bersinar dan apdi mereka tetap menjadi. Ketiga, mereka tidak mampu mengatur
tindakan manusia untuk dapat hidup damai satu sama lain dalam masyarakat.
Karena ketidak mampuan itulah mereka mempercayai adanya kekuatan ghaib yang
maha mampu menyelamatkan atau membantu mereka. Ini berarti bahwa kepercayaan
kepada kekuatan ghaib tersebut mereka buat sendiri untuk menjwab misteri
kehidupan dan gejala alam.
Sehingga
pada awal mula munculnya agama inilah mau tidak mau manusia harus mempercayai
kepada hal yang ghaib kekuatan supernatural yang mereka harapkan dapat membantu
manusia dalam menyelesaikan semua permasalahan yang tidak mampu manusia
selesaikan. Inilah fitrah manusia, psikologis manusia yang selalu meminta
bantuan kepada yang lebih bisa dan lebih mampu apabila ia sendiri tidak mampu
melakukannya.
Wallahu
a’lam.
Refrensi
Ø Agus, Bustanuddin, Agama dalam kehidupan
manusia pengantar antropologi agama, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2006
Ø Thomas F.O’DEA,Sosiologi Agama,Suatu pengenalan Awal,Jakarta,
Yayasan Solidaritas Gajah Mada,1996
[1] Harun nasution adalah
seorang sarjana Indonesia yang mengikuti gerakan modern abad pertengahan dari mu’tazilah.
Dia lebih banyak menghabiskan waktunya diluar negeri, ia menghabiskan masa
mudanya di Saudi, mesir, Eropa sampai akhirnya di Kanada. Pemikirannya sangat
terpengaruh oleh mu’tazilah. Sebelum ia mengabdikan dirinya di IAIN Jakarta, ia
telah menyelesaikan PhDnya di Isntitut Studi Islam di Mc Gill University selama
7 tahun.
[3] Agus, Bustanuddin, Agama
dalam kehidupan manusia pengantar antropologi agama, Jakarta, PT Rajagrafindo
Persada, 2006
bagus .,.,menambah wawasan
BalasHapusalhamdulillah klo begitu mas...
BalasHapus